Kasus
Kasus Harun Masiku : Skandal Suap Dan Buronan Tak Tertangkap

Kasus Harun Masiku : Skandal Suap Dan Buronan Tak Tertangkap

Kasus Harun Masiku : Skandal Suap Dan Buronan Tak Tertangkap

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Kasus
Kasus Harun Masiku : Skandal Suap Dan Buronan Tak Tertangkap

Kasus Harun Masiku Lebih Dari Lima Tahun Telah Berlalu Sejak Ditetapkan Sebagai Buronan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini bermula dari dugaan suap yang melibatkan Harun dalam upaya mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) pada tahun 2019. Namun, hingga kini, keberadaan Harun masih menjadi misteri, mencerminkan tantangan besar dalam penegakan hukum di Indonesia.

Kasus ini mencuat ketika Harun Masiku di duga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Suap tersebut di berikan agar KPU menetapkan Harun sebagai pengganti, meskipun Riezky Aprilia yang seharusnya menggantikan berdasarkan perolehan suara. KPK menetapkan.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, juga terseret dalam kasus ini. KPK menetapkannya sebagai tersangka pada Desember 2024 atas dugaan memberikan sebagian uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui perantara. Hasto di duga aktif mengatur dan mengendalikan proses penyuapan tersebut, termasuk mengarahkan Harun untuk menghindari penangkapan dengan merendam ponselnya agar tidak terlacak Kasus.

Upaya Penangkapan yang Mandek

Sejak di tetapkan sebagai buronan, KPK mengaku kesulitan melacak keberadaan Harun Masiku. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, bahkan menyatakan bahwa “250 juta orang Indonesia juga nggak ada yang tahu” di mana Harun berada. KPK telah meminta bantuan Interpol dengan menerbitkan red notice pada Juli 2020, namun hasilnya masih nihil. Lambannya penanganan kasus ini mendapat kritik tajam dari berbagai pihak Kasus.

Harun Masiku Belum Berhasil Ditangkap Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, mantan calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), terus menjadi sorotan hingga tahun 2025. Meski telah di tetapkan sebagai buronan sejak Januari 2020, Harun Masiku Belum Berhasil Ditangkap Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, perkembangan signifikan terjadi dengan penetapan beberapa tokoh politik sebagai tersangka dalam kasus ini.

Penetapan Tersangka Baru

Pada Desember 2024, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI. Hasto di duga terlibat dalam upaya menyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat menggantikan posisi Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Selain itu, Hasto juga di jerat dengan pasal perintangan penyidikan karena di duga menyuruh Harun untuk merusak ponselnya dan melarikan diri setelah operasi tangkap tangan (OTT) di gelar.

Tak hanya Hasto, KPK juga menetapkan advokat sekaligus kader PDIP, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya di duga terlibat dalam proses suap kepada Wahyu Setiawan.

Pencegahan dan Pemeriksaan Tokoh Lain

KPK telah mencegah Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Pencegahan ini terkait dengan penyidikan kasus suap yang melibatkan Harun Masiku. Yasonna di periksa terkait pengajuan surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung mengenai pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Selain itu, KPK juga mencegah lima orang lainnya, termasuk staf Hasto, untuk bepergian ke luar negeri. Langkah ini di ambil untuk memastikan kelancaran proses penyidikan.

Kasus Ini Menjadi Simbol Nyata Betapa Rapuhnya Sistem Penegakan Hukum

Kasus Harun Masiku menjadi sangat penting dan krusial dalam konteks penegakan hukum dan integritas demokrasi di Indonesia karena beberapa alasan mendasar berikut:

  1. Simbol Lemahnya Penegakan Hukum

Kasus Ini Menjadi Simbol Nyata Betapa Rapuhnya Sistem Penegakan Hukum, khususnya dalam menangani pelaku korupsi kelas kakap yang memiliki akses dan perlindungan politik. Harun Masiku telah buron sejak Januari 2020, namun hingga kini belum berhasil di tangkap meskipun KPK mengklaim telah melakukan berbagai upaya, termasuk menerbitkan red notice dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum internasional. Kegagalan ini memperkuat kesan bahwa hukum tidak di tegakkan secara adil dan tuntas.

  1. Melibatkan Elite Politik dan Lembaga Negara

Kasus ini tak sekadar melibatkan satu orang pelaku. Ia menyeret nama-nama besar di lingkaran elite politik seperti Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP) dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, serta menimbulkan pertanyaan tentang dugaan keterlibatan tokoh lain, termasuk pejabat kementerian. Dengan keterlibatan tokoh penting partai besar dan penyelenggara pemilu, kasus ini memperlihatkan bagaimana korupsi dapat merusak institusi yang semestinya menjaga demokrasi.

  1. Merusak Proses Demokrasi

Maka kemudian dugaan suap untuk mengatur kursi anggota DPR melalui proses pergantian antar waktu (PAW) menunjukkan bagaimana mekanisme demokrasi bisa di bajak demi kepentingan segelintir orang. Jika praktik semacam ini di biarkan, maka pemilu sebagai sarana demokrasi bisa menjadi sekadar formalitas, di mana hasilnya dapat di manipulasi dengan uang dan kekuasaan. Ini mencederai kepercayaan publik terhadap sistem pemilihan umum yang seharusnya jujur dan adil. Kasus ini merupakan batu uji bagi kredibilitas dan ketegasan KPK pascarevisi UU KPK tahun 2019 yang di nilai melemahkan kewenangan lembaga tersebut.

KPK Menduga Hasto Mengetahui Adanya Skema Suap Yang Dilakukan Oleh Harun Masiku Kepada Mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan

Maka kemudian Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, memiliki hubungan yang signifikan. Dan kini menjadi tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang menyeret nama Harun Masiku. Berikut adalah penjelasan tentang keterlibatan Hasto dalam kasus ini:

  1. Peran dalam Pengurusan PAW Harun Masiku

Maka kemudian kasus ini bermula dari upaya PDIP untuk menggantikan calon legislatif terpilih dari partainya, Nazarudin Kiemas. Yang meninggal dunia sebelum pelantikan anggota DPR 2019–2024. Harun Masiku, yang berada di posisi bawah dalam daftar caleg, di dorong untuk naik menggantikan posisi tersebut. Namun, berdasarkan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), seharusnya suara terbanyak berikutnya (bukan Harun) yang menggantikan.

Maka kemudian Hasto sebagai Sekjen partai di duga aktif. Dalam mendukung dan mengawal proses agar Harun Masiku bisa di tetapkan sebagai pengganti. Termasuk melalui lobi-lobi kepada pihak-pihak di KPU.

  1. Di duga Mengetahui dan Terlibat dalam Skema Suap

Maka kemudian KPK Menduga Hasto Mengetahui Adanya Skema Suap Yang Dilakukan Oleh Harun Masiku Kepada Mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap ini bertujuan agar KPU mau mengeluarkan keputusan yang menyimpang dari aturan hukum, dengan menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.

Hasto bahkan di sebut memberikan arahan kepada anak buahnya. Termasuk Donny Tri Istiqomah (staf sekaligus kader PDIP), yang juga sudah di tetapkan sebagai tersangka.

  1. Tuduhan Merintangi Proses Hukum

Maka kemudian selain keterlibatan dalam skema PAW, Hasto juga di jerat pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice). Ia di duga memerintahkan Harun Masiku untuk menghancurkan ponselnya dan kabur dari kejaran KPK. Setelah operasi tangkap tangan di lakukan pada awal Januari 2020. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Hasto tidak hanya mengetahui. Maka kemudian tetapi juga berusaha melindungi Harun dan menghalangi upaya penegakan hukum Kasus.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait