Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh
Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh

Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh

Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh
Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh

Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh Yang Masih Sangat Tertinggal Dengan Negara Lainnya. Selamat siang, para pemilik kendaraan yang cerdas dan care dengan kondisi mesin! Kita semua tahu, bahan bakar minyak atau BBM adalah darah bagi kendaraan kita. Tapi pernahkah anda merasa khawatir dengan apa yang sebenarnya anda masukkan ke tangki? Di tengah gempuran mobil-mobil modern dengan teknologi mesin yang canggih. Namun kita di hadapkan pada sebuah Ironi BBM Indonesia yang masih tertinggal jauh dari standar yang di terapkan secara global. Saat negara-negara lain sudah berlomba-lomba menerapkan standar emisi Euro 5. Bahkan Euro 6, kita masih berjuang di level yang jauh di bawahnya. Dan juga secara perlahan menggerogoti kesehatan mesin kendaraan anda. Tarikan jadi kurang responsif, konsumsi bahan bakar lebih boros. Mari kita selami lebih dalam mengapa Standar Global seolah terus menjauh.

Mengenai ulasan tentang Ironi BBM Indonesia: kualitas rendah, standar global menjauh telah di lansir sebelumnya oleh kompas.com.

Keterbatasan Infrastruktur Kilang Minyak

Hal ini menjadi salah satu faktor utama mengapa kualitasnya yang masih tertinggal. Jika di bandingkan standar internasional. Hingga kini, sebagian besar kilang yang di miliki Indonesia di bangun puluhan tahun lalu dengan teknologi yang relatif sederhana. Serta kilang-kilang tersebut memang mampu memproduksi bahan bakar untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi belum di dukung oleh unit pengolahan lanjutan seperti hydrodesulfurization. Ataupun hydrocracker yang di perlukan untuk menurunkan kadar sulfur hingga memenuhi standar Euro 4 atau Euro 5. Akibatnya, meski permintaan BBM rendah emisi semakin besar, kemampuan produksi di dalam negeri masih sangat terbatas. Sehingga kualitas yang beredar di pasaran seringkali berada di bawah standar internasional. Masalah ini semakin kompleks karena banyak jenis minyak mentah yang di olah di Indonesia mengandung sulfur cukup tinggi. Terlebih yang nantinya memproses minyak mentah seperti itu agar menghasilkan bensin.

Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh Yang Di Sayangkan

Kemudian juga masih membahas Ironi BBM Indonesia: Kualitas Rendah, Standar Global Menjauh Yang Di Sayangkan. Dan faktor penyebab lainnya karena:

Biaya Produksi & Investasi Yang Tinggi

Salah satu hambatan terbesar dalam meningkatkan kualitas BBM di Indonesia. Tentunya adalah tingginya biaya produksi dan kebutuhan investasi untuk modernisasi infrastruktur energi. Proses menghasilkan bahan bakar dengan standar Euro 4 atau Euro 5 tidak sederhana. Karena tidak hanya sekadar menyuling minyak mentah menjadi bensin atau solar. Namun melainkan juga menurunkan kadar sulfur hingga ke tingkat yang sangat rendah. Untuk melakukan itu, kilang harus di lengkapi dengan unit-unit pengolahan lanjutan. Tentunya seperti hydrodesulfurization (HDS), hydrocracker, dan sistem pengolahan distilat modern yang memerlukan teknologi mahal. Serta juga dnegan konsumsi energi yang besar.Setiap peningkatan kualitas BBM berarti menambah tahap pemurnian dalam proses produksi. Misalnya, untuk menurunkan kandungan sulfur dari ratusan ppm menjadi di bawah 50 ppm.

Kemudian juga dengan kilang harus menggunakan katalis khusus, tekanan tinggi. Dan juga dnegan hidrogen dalam jumlah besar. Proses ini tidak hanya memakan biaya bahan baku tambahan. Akan tetapi juga meningkatkan beban energi dan perawatan. Konsekuensinya, biaya produksi per liter BBM menjadi lebih tinggi. Jika di bandingkan dengan bahan bakar berstandar lama yang masih banyak beredar di Indonesia. Selain biaya operasional yang lebih mahal, investasi untuk membangun atau memperbarui kilang juga menuntut dana yang sangat besar. Proyek modernisasi kilang Pertamina di Balikpapan, misalnya, menelan biaya lebih dari 7 miliar dolar AS. Dan yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk rampung. Proyek-proyek serupa di Cilacap, Balongan. Serta Dumai juga bernilai miliaran dolar dengan periode pengerjaan yang panjang. Besarnya nilai investasi ini sering menjadi beban. Baik bagi Pertamina sebagai operator utama maupun bagi pemerintah yang harus menyiapkan kebijakan insentif. Tentunya proyek bisa berjalan. Tidak jarang, dinamika harganya, ketidakpastian pasar energi.

Tertinggal! BBM Tanah Air Belum Penuhi Standar Internasional

Selain itu, masih membahas Tertinggal! BBM Tanah Air Belum Penuhi Standar Internasional. Dan penyebab lainnya adalah:

Subsidi & Kebijakan Harga BBM

Kedua hal ini yang sejak lama menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan bakar yang beredar di pasaran. Pemerintah memiliki tujuan utama untuk menjaga daya beli masyarakat dengan menahan harga BBM pada tingkat yang di anggap terjangkau. Tentunya terutama untuk jenis BBM yang paling banyak di pakai oleh masyarakat menengah ke bawah. Contohnya seperti Premium dahulu, kemudian Pertalite dan Solar bersubsidi sekarang. Kebijakan ini memang bermanfaat dalam menjaga stabilitas sosial-ekonomi. Akan tetapi memiliki konsekuensi serius terhadap mutu dan standar lingkungan bahan bakar yang di gunakan. Ketika pemerintah memberikan subsidi besar pada BBM tertentu. Serta dengan jenis yang disubsidi itulah yang akan mendominasi konsumsi masyarakat. Masalahnya, produk bersubsidi biasanya adalah bahan bakar dengan standar teknis lebih rendah. Baik dari sisi angka oktan (RON) maupun kandungan sulfur.

Misalnya, Premium yang dulu memiliki RON 88 tetap beredar lama di Indonesia. Meskipun di banyak negara sudah dilarang. Karena harganya sangat murah akibat subsidi. Begitu pula dengan Pertalite yang kini menjadi BBM paling banyak di pakai. Meskipun kandungan sulfurnya masih cukup tinggi di bandingkan standar internasional. Akibatnya, masyarakat terbiasa menggunakan BBM dengan kualitas rendah karena lebih terjangkau. Sementara permintaan terhadap BBM berkualitas tinggi. Tentunya seperti Pertamax atau Pertamax Turbo tidak berkembang optimal. Kebijakan harga ini juga menimbulkan dilema bagi produsen. Pertamina dan operator energi lain di tuntut untuk menyediakan BBM murah dalam jumlah besar. Padahal biaya produksi BBM dengan kualitas tinggi jauh lebih mahal. Jika pemerintah menahan harga jual dengan mekanisme subsidi atau kompensasi. Maka margin keuntungan perusahaan menjadi sangat kecil. Situasi ini mengurangi insentif bagi perusahaan untuk berinvestasi lebih jauh dalam meningkatkan produksi BBM rendah emisi.

Tertinggal! BBM Tanah Air Belum Penuhi Standar Internasional Hingga Saat Ini

Selanjutnya juga masih membahas Tertinggal! BBM Tanah Air Belum Penuhi Standar Internasional Hingga Saat Ini. Dan penyebab lainnya adalah:

Ketergantungan Impor & Diversitas BBM

Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa kualitas bahan bakar di Indonesia sulit mengejar standar internasional. Kapasitas produksi kilang dalam negeri belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi nasional. Sementara permintaan energi terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Akibat keterbatasan tersebut, pemerintah dan Pertamina terpaksa mengimpor sebagian besar BBM. Baik bensin maupun solar. Masalahnya, BBM impor tidak selalu konsisten dalam hal kualitas. Karena di sesuaikan dengan harga, ketersediaan di pasar global, serta kontrak dagang yang ada. Dalam kondisi tertentu, Indonesia lebih memilih impor BBM dengan spesifikasi lebih rendah demi menjaga keterjangkauan harga. Dan juga ketersediaan pasokan.

Meskipun standar internasional sebenarnya sudah lebih maju. Selain itu, minyak mentah yang di gunakan untuk bahan baku kilang di dalam negeri juga beragam kualitasnya. Sebagian besar minyak mentah lokal mengandung sulfur cukup tinggi. sehingga untuk memproduksi BBM rendah emisi. Pertamina perlu mencampur atau mengimpor minyak mentah jenis lain yang lebih ringan dan lebih bersih. Proses impor bahan baku ini membuat biaya produksi meningkat. Dan pasokan sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Ketika harga global melonjak, pemerintah biasanya menunda atau membatasi impor minyak mentah berkualitas baik. Maka kilang tetap memproses crude dengan kualitas lebih rendah. Serta yang akhirnya menghasilkan BBM dengan kandungan sulfur lebih tinggi.

Jadi itu dia beberapa penyebab yang kualitasnya masih rendah, standar global menjauh dari Ironi BBM Indonesia.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait